LDII Kabupaten Tasikmalaya

Ingatkanlah dan Jangan Lupa Untuk Selalu Ingat.

LDII Kabupaten Tasikmalaya

Ingatkanlah dan Jangan Lupa Untuk Selalu Ingat.

LDII Kabupaten Tasikmalaya

Ingatkanlah dan Jangan Lupa Untuk Selalu Ingat.

LDII Kabupaten Tasikmalaya

Ingatkanlah dan Jangan Lupa Untuk Selalu Ingat.

LDII Kabupaten Tasikmalaya

Ingatkanlah dan Jangan Lupa Untuk Selalu Ingat.

Sabtu, 20 Juli 2013

JANGAN MENUNDA-NUNDA

ldii-jangan-menunda-nunda
Setiap manusia punya angan-angan. Punya apa yang dikatagorikan cita-cita, yang dalam bahasa hadist disebut: hammin. Ingin ini, ingin itu. Dan di antaranya ada yang tengah berjuang mewujudkannya. Malah, sebagian ada yang tergantung dengan angan-angannya itu. Misal, saya akan banyak sedekah, nanti kalau saya kaya. Saya akan rajin ibadah kalau udah punya kendaraan. Punya rumah. Punya istri. Saya akan rajin amar ma’ruf setelah pinter. Umumnya, kita setting cita yang baik-baik, agar Allah mendengar dan segera membantu mewujudkannya. Itu prasangka baik kita. Tak jarang, diembel-embeli kepahaman nasrum – minalloh : intanshurulloh yanshurkum.  Rupanya penyakit ini ada sejak dulu. Jadi kalau kita melakukannya, itu tidak aneh. Namun jangan keterusan.
Simaklah hadist berikut;
 Dari Abu Dzarr r.a., sesungguhnya beberapa orang dari sahabat-sahabat Rasululloh SAW, mereka berkata kepada Nabi SAW, ‘Ya Rasululloh, orang-orang kaya pergi dengan membawa pahala yang banyak. Mereka mengerjakan sholat sebagaimana kami mengerjakan sholat dan juga berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta mereka.’ Nabi SAW kemudian bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan sesuatu yang dapat kalian sedekahkan? Sesungguhnya, setiap bacan tasbih itu adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, memerintahkan yang ma;ruf adalah sedekah, mencegah kemungkaran adalah sedekah, dan pada persetubuhan yang dilakukan oleh salah satu kalian(yang telah menikah)  adalah sedekah.” Mereka lantas bertanya, ‘Ya Rasululloh, apakah salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya lantas dia memperoleh pahala darinya? Beliau menjawab, “Bagaimana pendapatmu jika dia menempatkannya pada sesuatu yang haram? Bukankah dia akan berdoa? Demikian juga jika dia meletakkan pada sesuatu yang halal maka dia akan mendapatkan pahala.” (Rowahu Muslim)

Hadist ini menunjukkan kepada kita, bahwa setiap diri, baik kaya maupun miskin, bisa beramal yang pool menyamai yang lain.  Setiap diri dikarunia Allah rohmat, untuk meraih derajat  yang tinggi. Setiap insan diberi jalan untuk meraih polnya kebahagiaan. Tidak perlu menunggu. Menjadi kaya untuk bisa beramal lebih. Ataukah iri menjadi miskin, yang nanti masuk surga 500 tahun duluan dari yang kaya? Allah Maha Adil. Kita sungguh harus mengetahui. Kuncinya adalah satu -jangan menunda-nunda dalam beramal. Lakukanlah apa yang kita bisa sesuai kondisi yang ada. Saat ini! Do your best. Masalah hanya satu. Kebanyakan kita malas menggali dan mengenali potensi diri. Apalagi mengembangkannya. Kita sudah terobsesi budaya instant. Padahal pengatur - pengurus sudah menashihati agar setiap diri hendaknya punya amalan andalan. Sudahkan kita dapati?

JKH. - Fami
 oleh: Faizunal Abdillah
from : http://www.ldii.or.id/

BUDI PEKERTI

ldii-budi-pekerti
Akhir-akhir ini tindakan tanpa tata krama bahkan tindakan di luar susila cenderung menjadi hal yang biasa. Tawuran pelajar, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang, perkosaan, pencabulan, pencurian, pembunuhan, penculikan, penjarahan, perampokan, perampasan, penodongan, dan tindakan-tindakan sejenisnya setiap hari menghiasi surat kabar dan televisi.
Pelaku tindakan asusila di atas tidak hanya terbatas pada para remaja, tetapi tidak sedikit kasus-kasus kejahatan semacam itu dilakukan orang tua, bahkan sudah banyak anak-anak di bawah umur yang terlibat dalam kasus-kasus seperti di atas. Kondisi yang demikian mencerminkan lunturnya nilai-nilai luhur budaya bangsa kita. Apabila tidak segera diadakan perbaikan, dapat dibayangkan bagaimana kondisi bangsa kita di tahun-tahun mendatang. Salah satu perbaikan adalah melalui pengajaran budi pekerti terutama pada anak-anak kita.
Kalau pengertian kamus besar bahasa Indonesia istilah budi pekerti diartikan sebagai tingkal laku, perangai, akhlak dan watak. Tingkah laku yang diikuti sebagai umat Islam sebaiknya mencontoh Nabi Muhammad SAW karena Alloh SWT telah berfirman:
"Dan Sesungguhnya Engkau [Nabi Muhammad SAW] Niscaya atas Budi Pekerti Yang Agung" .

Oleh sebab itu sudah sepantasnya kita sebagai orang tua untuk mengajari anak-anak kita budi pekerti nya Nabi Muhammad SAW dari sejak dini, mengajari anak-anak untuk berbudi pekerti luhur diperlukan waktu dan contoh, karena menurut para ahli psikolog katanya anak adalah pencontoh yang ulung, yang kami alami juga begitu anak kami dengan mudah menyanyi dengan gaya artis pujaannya. Oleh karena itu kita sebagai orang tua harus memberi contoh budi pekerti yang luhur. Seperti yang dijelaskan Aisyah mengenai budi pekerti Nabi Muhammad SAW

"Berkata Aisyah tidak ada siapa Nabi Muhammad orang berbuat jelek dan tidak termasuk golongan orang yang berbuat jelek dan tidak marah-marah dalam pasar dan tidak membalas dengan kejelekan pada kejelekan dan akan tetapi memaafkan dan berbuat baik"


Sedangkan reward bagi mukmin yang dapat berbudi pekerti yang luhur, Alloh akan menyamakan derajatnya dengan orang ahli puasa dan ahli sholat sunnah

"Sesungguh nya orang beriman niscaya menjumpai dia karena sebab baiknya budi pekerti derajatnya sama dengan orang ahli puasa dan orang ahli sholat sunnah" (HR. Abu Dawud)
oleh: Arief Budiarto
from : http://www.ldii.or.id/

Mati Bukanlah Akhir Cerita Kehidupan

Cerdasnya orang yang beriman adalah, dia yang mampu mengolah hidupnya yang sesaat, yang sebentar untuk hidup yang panjang. Hidup bukan untuk hidup, tetapi hidup untuk Yang Maha Hidup. Hidup bukan untuk mati, tapi mati itulah untuk hidup. Kita jangan takut mati, jangan mencari mati, jangan lupakan mati, tapi rindukan mati.

Karena mati adalah pintu berjumpa dengan Allah SWT. Mati bukanlah cerita dalam akhir hidup, tapi mati adalah awal cerita sebenarnya, maka sambutlah kematian dengan penuh ketakwaan. Maka dari itu, kita selalu menjaga sunnah Nabi setiap hari.sunnah-sunnah Nabi SAW itu adalah:

Pertama, tahajjud, karena kemuliaan seorang mukmin terletak pada tahajjudnya.

Kedua, membaca Al-Qur’an sebelum terbit matahari. Alangkah baiknya sebelum mata melihat dunia, sebaiknya mata membaca Al-Qur’an terlebih dahulu dengan penuh pemahaman.

Ketiga, jangan tinggalkan masjid terutama di waktu shubuh. Sebelum melangkah kemana pun langkahkan kaki ke masjid, karena masjid merupakan pusat keberkahan, bukan karena panggilan muadzin tetapi panggilan Allah yang mencari orang beriman untuk memakmurkan masjid Allah.

Keempat, jaga shalat dhuha, karena kunci rezeki terletak pada shalat dhuha.

Kelima, jaga sedekah setiap hari. Allah menyukai orang yang suka bersodakoh, dan malaikat Allah selalu mendoakan kepada orang yang bersodakoh setiap hari.

Keenam, jaga wudhu terus menerus, karena Allah menyayangi hamba yang berwudhu. Kata khalifah Ali bin Abu Thalib, “Orang yang selalu berwudhu senantiasa ia akan merasa selalu shalat walau ia sedang tidak shalat, dan dijaga oleh malaikat dengan dua doa, ampuni dosa dan sayangi dia ya Allah”.

Ketujuh, amalkan istighfar setiap saat. Dengan istighfar masalah yang terjadi karena dosa kita akan dijauhkan oleh Allah.

Dzikir adalah bukti syukur kita kepada Allah. Bila kita kurang bersyukur, maka kita kurang berdzikir pula, oleh karena itu setiap waktu harus selalu ada penghayatan dalam melaksanakan ibadah ritual dan ibadah ajaran Islam lainnya. 

sumber :http://wargaldii.com/mati-bukanlah-akhir-cerita-kehidupan.html

KHUSYU'

khusyu'Memasuki dimensi waktu yang disebut tahun, tak terasa sudah berbilang 2012. Bukan saja tubuh ini menua, dunia pun semakin renta. Tak banyak yang berubah. Keinginan – keinginan terus meraja, menitahkan manusia laksana budaknya. Bahkan banyak sanubari tak bermahkota lagi. Hanya berhias rutinitas, berbuih angan kosong dan bergelora ketergesaan semata. Kemrungsung. Tanpa rasa khusyu di dalamnya. Mata masih suka gelojotan, memandang yang bukan haknya. Telinga masih keluyuran, nguping yang tidak semestinya. Mulut masih suka nerocos, ngomongin yang bukan – bukan. Walau cuma omong kosong. Tangan dan kaki masih sok sibuk kesana - kemari ngurusin yang gak karuan.  Dan tubuh masih suka berhura – hura, lahan. Maka, di awal tahun ini ingin rasanya berdandan, berbenah diri. Menata kekhusyu’an agar terpatri di dalam hati.
Jauh sebelumnya, 13 tahun setelah wahyu pertama turun, Allah mengingatkan dengan sebuah pertanyaan yang menyergap, sebagaimana tertulis di dalam Surat Al-Hadid ayat 16. Allah berfirman; "Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk khusyuk hati mereka mematuhi peringatan dan pengajaran Allah serta mematuhi kebenaran (Al-Quran) yang diturunkan (kepada mereka)? Dan hendaklah mereka tidak menjadi seperti orang- orang yang diberikan al-Kitab sebelum mereka, setelah berlalu waktu yang panjang lantas membuat hati mereka keras, dan banyak di antara mereka adalah orang-orang yang fasik."

Yang menarik kemudian (bagi kita sekarang) adalah pertanyaan kenapa ayat ini diturunkan padahal saat itu masih turun ayat – ayat Allah sebagai ilmu dan penguat keimanan? Jawabnya (lagi –lagi menurut saya) adalah memang ilmu dapat bertambah seiring ayat - ayat yang turun; satu ayat, dua ayat dan seterusnya, namun satu hal yang lekas hilang dari orang iman ialah rasa khusyu'nya kepada Allah SWT. Oleh karena itu di tengah - tengah perjalanan, Allah mengingatkannya agar tidak kebablasan. Di tengah kemenangan – kemenangan yang dibuka laksana membuka kran. Di tengah semakin kuat dan kokohnya orang iman. Allah menskak orang yang mengaku beriman dengan kekhusyu’an ini. Seiring dengan ayat ini, Qatadah ra meriwayatkan dari Syaddad bin Aus ra dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Sesungguhnya yang pertama kali diangkat dari manusia adalah khusyu'." (HR. Thabrani dalam Musnad as-Syamiyin, 2570 . Disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, 4 /323).

Ath Thabrani dan selainnya meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Yang pertama kali diangkat dari umatku adalah khusyu’, sehingga engkau tidak akan melihat seorang pun yang khusyu’”.
Sahabat Hudzaifah ra menambahkan : “Yang pertama kali hilang dari agama kalian adalah khusyu’, dan yang terakhir kali hilang dari agama kalian adalah shalat. Kadang-kadang seseorang yang shalat tidak ada kebaikannya, dan hampir-hampir engkau masuk masjid tanpa menjumpai di dalamnya seorang pun yang khusyu’”.

Bahkan kemudian sahabat Abu Darda' ra menjelaskan, "Berlindungah kalian kepada Allah dari khusyu'nya orang munafiq!". Maka ada orang yang bertanya, "Apakah yang dimaksud dengan khusyu'nya orang munafiq?". Beliau menjawab, "Yaitu kamu melihat tubuh seseorang tampak khusyu' namun sebenarnya hatinya tidak khusyu'." (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya no. 190 dan al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman no 6713).
Berkaca dari dalil – dalil di atas, saya semakin terpojok. Jangankan khusyu selayaknya khusyu’nya orang iman, khusyu’ kayak orang munafik saja tidak. Di banyak tempat, di banyak waktu, saya belum melihat kekhusyu’an yang nyata pada diri ini. Ini jujur. Kecuali satu, ya satu kesempatan di banyak waktu, walau memalukan. Yaitu ketika ngantuk dan tertidur saat pengajian. Badan terlihat tenang, suasana tampak nyaman dan khusyu’ hadir  melepas kepenatan. Sayangnya, hati pun terbuai dalam rimba kekhusyu’an yang tidak pada tempatnya. Ilmu padi, orang bilang. Sedangkan kalam diangkat karenanya. Lantas dimana kita mencari kekhusyu’an yang hilang itu?

Betapa bahagianya. Petunjuk itu ada di dalam Surat Al-Mu’minun.  Allah SWT berfirman; “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. Yaitu, orang-orang yang khusyu’ dalam sholat mereka” (Al Mu’minun : 1-2).
Ayat ini  berkorelasi erat dengan ayat 2 Surah an-Anfal “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu (yang sempurna imannya) ialah mereka yang apabila disebut nama Allah maka gementarlah hati mereka; dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menjadikan mereka bertambah iman, dan kepada Tuhan mereka jualah mereka berserah."

Namun saya lebih memilih ayat yang atas, ketimbang yang bawah. Menurut hemat saya, ayat 2 surat Al-Mu’minun lebih mencukupi, gampang dipraktikkan dan multi fungsi dibanding surat al-Anfal ayat 2. Tak lain karena sholat. Setiap muslim pasti sholat. Minimal 17 kali membaca kalam Allah dalam sholat wajibnya. Belum sholat sunnahnya. Nama dan ayat – ayat Allah selalu dibaca dan disebut setiap rekaatnya. Ada jalan, peluang dan sarana yang tersedia.  Jadi mari kita mulai mengembalikan lagi kekhusyu’an dari sholat ini. Uukhkh,,,!!! Tapi sayang, walau sudah ketemu cloenya, bukan berarti tanpa kendala. Walau begitu harus dicoba. Kenapa tidak?

Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya seseorang selesai (dari shalat) dan tidaklah ditulis (pahala) baginya, kecuali sepersepuluh shalatnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya”.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, bahwa Hasan bin ‘Athiah ra berkata: “Sesungguhnya ada dua orang berada dalam satu shalat, akan tetapi perbedaan keutamaan (pahala) antara keduanya bagaikan langit dan bumi”.
Ibnu ‘Abbas ra mengatakan, khusyu’ dalam sholat adalah merasa tenang dalam sholat dan merasa takut (kepada Allah) dalam sholatnya tersebut. (Tafsir Ibnu Katsir, Darut Thayibah, Asy Syamilah).

Syaikh As Sa’diy rahimahullahu menerangkan makna ‘khusyu’ di dalam sholat’, yaitu seseorang menghadirkan hati di hadapan Allah, merasakan dekatnya (ilmu dan pengawasan) Allah, yang dengan semua itu hati bisa merasa tenang, jiwa merasa damai. Hal ini akan terpancar dalam gerakan tubuh yang tenang, tidak lalai dalam sholat, menghayati setiap bacaan yang dibaca dalam sholatnya, dari awal takbir hingga akhir sholat. Semua ini dalam rangka tunduk dan taat kepada Allah. (Lihat Taisir Karimirrahman, Maktabah Ar Rusyd, hal. 547)

Shalat menjadi penyejuk hati, kenikmatan jiwa dan surga hati bagi seorang muslim di dunia ini. Seolah-olah ia senantiasa berada di dalam penjara dan kesempitan, sampai akhirnya masuk ke dalam shalat, sehingga baru bisa beristirahat dari beban dunia dengan shalat. Dia meninggalkan dunia dan kesenangannya di depan pintu masjid, dia meninggalkan di sana harta dunia dan kesibukannya untuk membuka lembaran yang dia sebutkan di dalam hatinya. Masuk masjid dengan hati yang penuh rasa takut karena mengagungkan Allah, mengharapkan pahalaNya.

Abu Bakar ash Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu, apabila sedang dalam keadaan shalat, seolah-olah ia seperti tongkat yang ditancapkan. Apabila mengeraskan bacaannya, isakan tangis menyesaki batang lehernya. Sedangkan ‘Umar al Faruq Radhiyallahu ‘anhu, apabila membaca, orang yang di belakangnya tidak bisa mendengar bacaannya karena tangisannya. Demikian juga ‘Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, apabila dalam keadaan shalat, seolah-olah ia seperti tongkat kayu. Sedangkan ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, apabila datang waktu shalat, bergetarlah ia dan berubah wajahnya. Tatkala ditanya, dia menjawab: “Sungguh sekarang ini adalah waktu amanah yang Allah tawarkan kepada langit, bumi dan gunung, mereka enggan untuk memikulnya dan takut dengan amanah ini, akan tetapi aku memikulnya”.

Kita belum sampai di sana. Kita berusaha ke arah sana. Di waktu yang baru, putaran kehidupan yang baru, ini starting point kita. Semua bisa dipelajari, ditekuni dan dihayati sesuai kemampuan kita. Kalau tak bisa, bertanya kepada ahlinya. Tak tahu, berguru. Tak kuat, harus bersatu. Tak ada kata menyerah. Tak ada putus asa. Yang ada berakit – rakit ke hulu. Sedikit demi sedikit, lama – lama menjadi bukit. Kekhusyu’an memang barang langka, di tengah jaman yang berkelindan. Harus dipilin satu per satu. Helai per helai. Dengan kesadaran penuh. Dengan kesabaran yang tangguh. Hingga berhasil meraihnya. Di sisi lain, di samping kanan saya, tatkala sholat berjamaah didirikan, selalu saja anak lelaki saya berpesan; “Yang cepat pak sholatnya!” Ketika bacaan agak panjang, selalu dia menyundul – nyundul ketiak saya mengisyaratkan jangan panjang – panjang. Jika ruku’ dan sujudnya agak lamaan dikit, dia protes dan berbisik; “Cepetan!” Tak peduli aturan dan syariatnya. Kadang malah mendahului sujud, sebagai bentuk protesnya. Nah, kita yang dewasa butuh lebih dari itu semua. Atau masih seperti itu?

Perkara khusyu’ merupakan perkara yang berat, membutuhkan usaha dan jerih - payah nyata. Setidaknya, seiring usaha meraih kembali hal itu jangan lupa untuk selalu berdoa dan memperbanyak doa berikut: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak pernah merasa puas (kenyang), dari ilmu yang tidak bermanfaat, dan dari doa yang tidak terkabul, dan aku berlindung kepadaMu dari demikian itu empat hal.” (Hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi, dan An Nasa’i).
Mari terus mencoba, Kawan!
Oleh : Faizunal Abdillah
from : http://www.ldii.or.id/

Amalan Yang Memudahkan Datangnya Rejeki

amalan mendatangkan rejeki
Akhir – akhir ini saya menjumpai di beberapa majelis ta’lim, pigura berukuran besar dengan judul di atas. Ada perasaan curious melihatnya. Bukan karena bentuknya yang bagus, rapi, terstruktur dan eye catching, tetapi kepada jumlahnya. Kenapa hanya 9 yang ditulis, kalau nyatanya lebih dari itu. Mungkin orang sering terhipnotis dengan 9, sebagai angka keberuntungan, hokie atau sebagai angka terbesar dalam pengetahuan manusia. Tapi bagaimanapun, sebagai bentuk kreatifitas dan dalam rangka saling bernasehat, hal ini perlu diacungi dua jempol: like this. Berikut saya tambahkan yang mungkin bisa menjadi referensi yang lebih bermanfaat dan berdaya guna.
1.      Memperbanyak istighfar.

Berdasarkan sabda dari Rosulullah SAW dalam hadist riwayat Ahmad yang artinya "Barang siapa yang memperbanyak membaca istighfar, maka Allah akan menjadikan segala kesusahan, menjadi kemudahan dan dari segala kesempitan Allah menjadikan jalan keluar dan Allah akan memberi rezeki untuknya dari yang dia sangka maupun yang tidak dia sangka".

Rosulullah SAW bersabda; “Sesungguhnya rajul dicegah rezekinya, sebab dosa yang dikerjakannya.” (HR. Muslim) Sabda Rasulullahi SAW dalam Hadist Sunan Ibnu Majah yang artinya : "Sesungguhnya seorang laki-laki akan dihalang-halangi rezekinya sebab kesalahan (dosa) yang telah ia kerjakan".

2.      Memperbanyak Infaq Fiisabilillah.

Allah berfirman dalam Alqur'an Surat Al-Baqoroh ayat 261 yang artinya "Perumpamaan orang-orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi maha mengetahui".

Dan juga Allah berfirman dalam Hadist Qudsi yang artinya "Allah yang Maha Mulya dan Maha Agung berfirman : infaqlah kalian maka Aku akan memberi nafkah untuk kalian". (HR.Bukhori).

3.      Memperbanyak Shilaturrahim (Menyambung Famili).

Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surat An-Nisaa ayat 1, yang artinya "Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrohim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu".
Sabda Rasululloh SAW dalam Hadist Bukhori yang artinya "Barang siapa yang ingin diluaskan dalam rezekinya dan ingin di panjangkan dalam umurnya maka supaya menyambung famili".

4.      Senang menghormati tamu.

Berdasarkan sabda Rasulullah SAW dalam Hadist Riwayat Abu Syaikh yang artinya "Tamu datang dengan membawa rezekinya dan dia pergi dengan menghilangkan dosa kaum, dan Allah menghapus dari dosanya dan juga dosa-dosa kaum". Berdasarkan hadist ini, siapapun yang menjadi tamu harus dihormati jangan disia-siakan, sebab jika menyia-nyiakan tamu maka akan mendapat ancaman.

Juga sabda Rasulullah SAW; “Tamu datang pada kalian dengan membawa rezeki.” (HR. Muslim)

5.      Berusaha menjadi orang yang jujur dan amanat.
Rosulullah SAW dalam hadist riwayat ad-Dailami, bersabda "Amanah bisa menarik rezeki (mendatangkan) pada rezeki sedangkan khianat dapat menarik (mendatangkan) kemlaratan".

6.      Meningkatkan taqwa kepada Allah.

Firman Allah dalam Al Qur'an Surat At Tholaq ayat 2-4, yang artinya: "Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan memberi baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak di sangka-sangka.... Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan memudahkan di dalam semua perkara orang tersebut".

7.      Memperbanyak tawakal kepada Allah.

Sesuai dengan firman Allah dalam Surat At Thoolaq ayat 3 , yang artinya : "...Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya....".Dan sesuai dengan sabda Rasulullahi SAW dalam Hadist Sunan Ibnu Majah, yang artinya : "Nabi Bersabda : seandainya kalian tawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal kepada Allah, niscaya Allah akan memberi rezeki pada kalian sebagaimana Allah memberi rezeki pada burung , ketika pagi burung dalam keadaan lapar namun ketika sore burung dalam keadaan kenyang".

8.      Selalu berprasangka baik kepada Allah (Husnudhon Billaah).

Berprasangka baik merupakan perintah dari Allah dan Rosul, ternyata mendatangkan rezeki dari Allah. Berprasangka yang baik merupakan inti dan sebaik-baiknya ibadah kepada Allah, sesuai sabda Rosulullahi SAW dalam Hadist Riwayat At Tirmidzi; “Sesungguhnya baiknya persangkaan kepada Allah termasuk sebaik-baiknya ibadah kepada Allah".

9.      Menertibkan Sholat Tahajud dan Berdoa 1/3 malam yang akhir.

Seperti yang dijelaskan dalam Hadist Bukhori, yang artinya : "Rosulullah SAW bersabda : Allah yang Maha Barokah dan Maha Luhur setiap malam turun ke langit dunia, ketika tepat pada waktu 1/3 malam yang akhir sambil berfirman : Barang siapa yang berdoa padaKu akan Aku kabulkan, barang siapa yang minta padaKu akan Aku beri dan barang siapa yang minta ampun padaKu akan Aku ampuni".

10.  Menertibkan membaca Surat Al-Waqiah.

Sabda Rasulllah SAW yang bermaksud: "Barangsiapa yang membaca surah al-Waqiah setiap malam, maka tidak akan tertimpa kesulitan selamanya " (Riwayat Ibn Mas‘ud: al-Azkar, al-Jami al-Soghir)

“Ajarkanlah surah Al-Waqi’ah kepada isteri-isterimu. Karena sesungguhnya ia adalah surah Kekayaan.” (Hadis riwayat Ibnu Ady)

11.  Merutinkan sholat dhuha (terutama 4 rekaatnya)

Rosululloh bersabda di dalam Hadits Qudsi, Allah SWT berfirman, “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat shalat dhuha, karena dengan shalat tersebut, Aku cukupkan kebutuhanmu pada sore harinya.” (HR Hakim & Thabrani)

Hitungan ini bisa bertambah, atau malah berkurang. Yang terpenting adalah bagaimana hal ini bisa menginspirasi kita menjadi pribadi yang lebih baik dari waktu ke waktu. Jangan terpaku hanya urusan rezeki saja, maksudnya kekayaan thok. Sebab rezeki itu bermakna luas, bukan sekedar harta dan benda semata.
Oleh : Faizunal
from : http://www.ldii.or.id/

NGAMEN

ngamen
Hari Sabtu dan Minggu adalah harinya tukang ngamen…itulah hari rutin saya di rumah nyiapin duit kecil untuk para pengamen yang datang ke rumah..Tapi dari sekian banyak pengamen yang suka datang,saya perhatikan ada yang serius nyanyi,ada yang tidak serius pastilah….
Yang tidak serius,nyanyi asal asalan,suaranya bikin sakit kuping, pakaiannya juga berantakan, dan gayanya sedikit maksa…bahkan ada yang bergaya Punk..hadeuh…Yang seperti gini biasanya, baru datang, gonjreng2…langsung saya suruh anak laki saya keluar ngasih uang logam,biar cepet pergi, dan biasanya kasih "cepek" juga pergi dengan ngedumel…gak pake terima kasih lagi..
Tapi  ada yang datang dengan rapih,dengan salam, sopan sekali, dan ternyata suaranya gak kalah sama Ariel Peterpan,ato afghan..(hehe..agak lebay ya…)..Tapi biasanya kalau dia datang, saya tunda ngasih duitnya, saya siapin agak besar, bukan logam deh.., sampai lagunya selesai.. Selain suara dan lagunya enak, saya dalam hati ingin anak muda itu suatu saat bisa sukses dengan berlatih dan bisa menghargai uang yang diberikan atas jerih payahnya, bukan karena sebel atau belas kasihan. Dan biasanya dia langsung bersyukur dan pergi dengan sopan…. Saya juga seneng..
Tapi lama lama.. anak laki saya nanya,”pah kenapa sich yang baik, juga nyanyinya bagus malah ditunggu lagunya selesai,kan kasian jadi nunggu dianya..”Tapi kan papa ngasih agak besar.., biarin dia nunggu juga, dia dapat dari hasil kerjanya.””Iya sich…tapi kasian aja.”…Nah..kesempatan ngasih nasehat untuk anak lakiku ini aku pikir…”Nak kamu tau gak, tidak semua keinginan yang langsung diberikan Allah itu berarti Allah cinta pada hamba yang meminta itu, begitu juga keinginan hambanya yang ditunda-tunda atau diganti Allah itu karena Allah benci sama kita…”Gambarannya seperti tukang ngamen yang sering datang tuh….Kalo yang nyeremin dan bikin sebel kan langsung kita kasih, kita ngasih kan bukan karena seneng, tapi biar cepet pergi…Tapi kalau yang datang baik,sopan dan lagu serta suaranya enak didengar, kita tunda sampai lagu selesai, tapi kita kasih agak besar..”….”Jadi Maksudnya…??”
Saya tertawa.“Bisa saja ALLAH juga berlaku begitu pada kita, para hambaNya. JIka ada manusia yang fasik, keji, mungkar, banyak dosa, dan dibenciNya berdoa memohon padaNya, mungkin akan Dia firmankan pada malaikat : Cepat berikan apa yang dia minta. Aku risi mendengar pintanya!”“Tapi,Kalau yang menadahkan tangan adalah hamba yang dicintaiNya, yang giat beribadah, yang rajin bersedekah, yang menyempurnakan wajib dan menegakkan yang sunnah; maka mungkin saja ALLAH akan berfirman pada malaikatNya :Tunggu! Tunda dulu apa yang menjadi hajatnya. Sungguh Aku bahagia bila diminta. Dan biarlah hambaKu ini terus meminta, terus berdoa, terus menghiba. Aku menyukai doa-doanya. Aku menyukai kata-kata dan tangis isaknya. Aku menyukai khusyuk dan tunduknya. Aku menyukai puja dan puji yang diucapkannya. Aku tak ingin dia menjauh dariKu setelah mendapat apa yang dia pinta. Aku mencintainya.Jadi jangan kaget,kalau kita rajin ibadah,sepertinya doa kita gak di Kabul Kabul,ditunda atau diganti,yang pasti Allah akan menjawab doa kita…. "
Saat Allah menjawab doamu
Dia meminta imanmu
Saat Allah belum mejawab doamu
Dia meminta kesabaranmu
Saat Allah menjawab tapi bukan doamu
Dia memilihkan yang terbaik untukmu..
Oleh : Irawan Budi
from : http://www.ldii.or.id/

DOMPET (KEMATIAN)

dompet kematianDua orang yang saya kenal dekat, sudah dipanggil oleh Yang Kuasa beberapa minggu  lalu. Kematian memang misteri. Kapan, dimana dan bagaimana datangnya tidak bisa diprediksi. Teman yang satu, masih segar – bugar, walau usia sudah kepala 7. Batuk – batuk, terus duduk di meja makan, tekluk bablas ke alam baqa.  Gak sakit. Gak menderita. Satunya lagi, malamnya masih mengikuti pengajian sampai tuntas. Bangun subuh seperti biasa. Habis dhuhur merasa gak enak badan, terus masuk kamar untuk tidur siang. Ketika dibangunkan untuk ashar sudah tiada. Kematian yang gampang, mudah – mudahan semua husnul khatimah.

Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Luqman 34)

Memahami kematian memang susah – susah mudah. Namun cerita getok – tular berikut, dijamin bisa menjadi pembelajaran dan persiapan kita. Al-Kisah di zaman Nabi Sulaiman, ketika sedang memimpin rapat dengan para punggawa kerajaannya, datanglah Malaikat yang menyerupai manusia ke tempat Nabi Sulaiman dan para sahabatnya berkumpul tersebut. Lalu Malaikat melihat ke salah satu sahabat Nabi Sulaiman sambil memperhatikannya. Setelah itu ia pergi.

Sahabat Nabi Sulaiman yang diperhatikan oleh Malaikat tersebut bertanya,"Wahai Nabi Allah, siapakah gerangan orang asing tersebut, mengapa memperhatikan saya terus dan langsung pergi? "
"Oh, itu Malaikat Izrail, sahabatku," jawab Nabi Sulaiman.
Wajah sahabat Nabi Sulaiman itu langsung berubah ketakutan dan berkata; "Nabi Allah, tolong bawa saya ke puncak Himalaya dengan angin." Lalu Nabi Sulaiman memerintahkan angin untuk membawa sahabatnya tersebut ke Gunung Himalaya.

Tidak lama kemudian Malaikat Izrail datang menemui Nabi Sulaiman, dan Sang Nabi bertanya: "Wahai Malaikat Izrail, mengapa Engkau tadi memperhatikan terus Sahabatku?"
"Pertama saya heran, saya diperintahkan Allah SWT untuk mencabut nyawa Sahabatmu di Gunung Himalaya yang jauh, sedangkan sahabatmu itu kok masih berada di sini.  Tapi ternyata Engkau mengantarkan Sahabatmu ke Gunung Himalaya. Jadi, saya sekarang mengerti perintah Allah SWT."

Allah berfirman: “Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." ( QS Al-Jumu'ah: 8 ).

Lain lagi cerita dari Sragen. Dalam suatu pengajian seorang Kiai berkata; ''Saya mau bercerita tentang siksa kubur. Tapi, saya minta semua diam dan tenang,'' katanya. Senyap. Sekitar 1.000 jemaah kontan tak bercuap. Di saat hening itulah, tiba-tiba terdengar suara tangis seorang wanita. ''Sampeyan dengar? Itulah tangisan siksa kubur,'' kata Kiai. Tangisan perempuan di malam Jumat Legi itu membuat orang terlarut dalam pikiran masing-masing. Siapa yang menangis dan mengapa dia menangis?

''Mari kita cari suara tangisan itu. Kita doakan bersama-sama agar siksa kuburnya diringankan Allah,'' ujar Kiai. Lima orang santri pondok diminta menjadi ''penunjuk jalan'' menelusuri arah tangisan tersebut. Para jamaah mengikuti dari belakang. Suara itu makin lamat-lamat, walau sumbernya jelas: dari sebuah kuburan baru di pinggir desa. Tanah kubur itu belum ditumbuhi rumput. Lalu ramai-ramai mereka jongkok, berdoa, dan terlarut dalam emosi masing-masing. Gemuruh doa itu terdengar hingga meluruhkan tangisan dari dalam kubur. Di atas kubur, justru para peziarah yang menangis. Mungkin trenyuh, mungkin menyesali perbuatan yang lalu.

Di sisi lain, terkait siksa kubur ini Allah mengingatkan: “Diminumnnya air nanah itu dan hampir dia tidak bisa menelannya dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia tidak juga mati, dan dihadapannya masih ada azab yang berat.” (QS Ibrahim:17)

Dari Cirebon lain lagi. Getok – tular dari Pantura ini sedikit membuat bulu kuduk berdiri. Seorang kerabat jauh sedang takziyah karena kakak kandungnya meninggal. Sebagai salah satu bentuk penghormatan terakhir, maka si teman tersebut ikut prosesi pemakaman sampai selesai. Bahkan dia turun ke liang lahat. Dan kegiatan pun kelar.

Sampai ketika mau balik ke tempat asal, teman tersebut merasa kehilangan sesuatu. Dompet beserta isinya lenyap. Setelah mencari ke sana – kemari tidak ketemu. Bertanya setiap orang, tidak ada yang tahu. Satu – satunya tempat yang belum terjamah, sebagai alibi, tak lain adalah tempat pemakaman saudaranya. Dengan berbagai pertimbangan dan diskusi panjang, akhirnya diputuskan untuk membongkar kuburan. Cangkul dan sekop pun disiapkan.

Dengan sedikit kerja keras dompet beserta isinya kembali didapat. Dan posisi ditemukannya sampai ke dasar lubang kubur. Bahkan sampai membuka papan penutup mayatnya. Karena itulah beberapa mata terbelalak. Ketika menyaksikan jasad si mayat dalam keadaan duduk bersimpuh dengan bersimbah darah di sana - sini. Maka, segera dikembalikan ke posisi semula dan ditutup sebagaimana adanya.

Sering kita mendengar kalimat hikmah, ''Ziarahilah kubur, karena itu akan mengingatkanmu akhirat. Mandikanlah orang yang mati, karena mengurus jasad yang tidak bernyawa merupakan pelajaran yang sangat berharga.''

Mati adalah sebuah keniscayaan. Tak bisa dihindari. Celoteh di atas hanyalah cerita. Yang terpenting, sudah siapkah kita menyambutnya, tatkala dia datang tanpa undangan?
Oleh : Faizunal Abdillah
from : http://www.ldii.or.id/

KENYANG

kenyang
Akhh, rasanya baru kemarin. Ternyata, sudah 19 tahun yang lalu. Bobot tubuh saya bertambah, 10 kg. Dari 63 kg saat menikah, kini menjadi 73 kg. Pertambahan yang signifikan. Sebab menurut BMI (Body Mass Index) sudah masuk kategori obes alias kegemukan. Walau istri saya bilang masih kurus, masih pantes untuk nambah berat badan lagi maksudnya, terus terang saya terobsesi untuk kembali mempunyai bobot ideal di angka 70 kg atau kurang.

Sebenarnya secara keseluruhan kesehatan masih oke punya, tak ada keluhan berarti. Hanya kolesterol yang perlu dikontrol dengan baik dibarengi olah raga yang cukup. Pola dan menu makan yang perlu dirubah sebagai antisipasi kandungan darah dan kontrol berat badan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah kenapa sampai usia kepala empat masih dijajah nafsu makan yang berlebih. Buktinya, BB (berat badan) yang terus meningkat dan nafsu makan yang tiada matinya melihat gelimpah makanan, apalagi kalau itu gratis.

Dalam perjalanan waktu dan dalam kerangka instrospeksi diri, seolah dipermalukan oleh perut yang terus membuncit, badan yang melar dan nafsu yang terumbar, terbersit kesadaran yang mendalam. Semakin hari semakin menguat dalam tekad yang bulat menuju gerakan menyayangi diri.  Menyuguhkan yang dibutuhkan dan memberikan seperlunya untuk memenuhi hak-hak diri. Tak berlebih. Tak kurang. Secukupnya. Sebab dibalik itu semua telah menunggu saatnya beribadah dengan paripurna. Apalagi kalau mengingat sabda Rasulullah SAW. Dari Miqdam bin Ma’dikarib ra. menyatakan pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda; “Tiada memenuhi anak Adam suatu tempat yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah untuk anak Adam itu beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak ada cara lain, maka sepertiga (dari perutnya) untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minuman dan sepertiganya lagi untuk bernafas.” (Riwayat At-Tirmidzi dan Al-Hakim)

Jelas walau bukan larangan, sepenuhnya saya tidak bisa mengikuti ajaran mulia di atas. Kadang sudah bersendawa, tanda 1/3 udara di perut sudah setara, masih saja terus nambah dan nambah. Susah menghentikannya. Dan kadang tidak lagi tegak tulang punggung ini sehabis makan. Yang ada justru  kepenuhan dan susah bergerak karena kekenyangan. Dan suka sembelit, sebagai tanda kurang minum, kebanyakan makanan. Walau jenis makanan yang dimakan halal adanya, tapi berhati-hatilah ketika batas proporsional tidak lagi diindahkan. Allah berfirman, ''Makan dan minumlah, tapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak senang terhadap orang yang berlebih-lebihan.'' (QS Ala'raaf [7]: 31).

Dikisahkan Nabi Yahya AS berjumpa iblis yang sedang membawa alat pancing. Bertanya Yahya AS, ''Untuk apa alat pancing itu?'' ''Inilah syahwat untuk mengail anak Adam.'' ''Adakah padaku yang dapat kau kail?'' Iblis menjawab, ''Tidak ada, hanya pernah terjadi pada suatu malam engkau makan agak kenyang hingga kami dapat menggaet engkau sehingga berat untuk mengerjakan shalat.'' Yahya AS terkejut. ''Kalau begitu aku tak akan mau kekenyangan lagi seumur hidupku.''

Kekenyangan membuat tubuh menjadi malas bergerak. Mengerjakan ibadah jadi berat, sehingga mudah bagi iblis membisikkan tipu dayanya. Tidak kekenyangan saja malas beribadah, apalagi kekenyangan. Tidak kekenyangan saja malas bangun malam, apalagi kekenyangan. Pasti bablas. Sebab tanpa kita sadari kekenyangan membuat otak pun menjadi tidur, ditandai serangan kantuk yang menghebat, tubuh jadi gemuk karena berlebihan asupan, dan lemak menumpuk-numpuk karena kurang gerak pembakaran. Itulah kombinasi yang sempurna.

Imam Ghazali dalam Al-Ihya, mengutip ucapan Abu Bakar Shiddiq RA dalam hal ini, ''Sejak aku memeluk Islam, belum pernah aku mengenyangkan perutku karena ingin dapat merasakan manisnya beribadah, dan belum pernah aku kenyang minum karena sangat rindunya aku pada Ilahi.''

Makan sampai kenyang memang diperbolehkan. Hukum asalnya boleh, namun jika keseringan dan akibatnya memudharatkan, maka akan jatuh kepada israf atau berlebih-lebihan. Hadis riwayat Ibnu Umar ra. dari Nabi SAW., beliau bersabda: “Orang kafir itu makan dalam tujuh usus sedangkan orang mukmin makan dalam satu usus.” (Shahih Muslim No.3839)

Dari Abu Hurairah ra, katanya: Ada seorang laki-laki yang biasanya banyak makan. Setelah masuk Islam, makannya sedikit. Hal itu diceritakan orang kepada Rasulullah SAW. Beliau bersabda: “Orang yang beriman makan untuk satu perut. Orang kafir makan untuk tujuh perut." (Shahih Bukhari)

Jelaslah bagi kita sekarang, mengapa atsar-atsar membenci tindakan berlebih-lebihan, dalam hal ini banyak makan bin kekenyangan. Di samping dari sisi kesehatan akibat banyak makan tentu bisa menimbulkan berbagai penyakit, banyak makan memberatkan pula seseorang untuk beribadah.  Apalagi di jaman sekarang ini, makan sudah menjadi bagian dari gaya hidup dan tujuan kesenangan serta gengsi. Walau banyak di sisi bumi lain orang yang kesulitan makan, di belahan lain kita mendapati sekumpulan orang yang susah menjumpai rasa lapar. Bahkan banyak di antara kita yang tidak mengenal lagi bagaimana indahnya rasa lapar itu. (FA)

from : http://www.ldii.or.id/